Kelurahan Sentul di Kota Blitar bukan sekadar wilayah administratif. Ia adalah lembar sejarah hidup yang terus ditulis oleh warganya. Bersama Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) Pandawa Sentul, kami berkesempatan berbincang langsung dengan Pak Eko Wiadi, salah satu tokoh masyarakat yang menyimpan banyak cerita penting tentang asal-usul Sentul dan filosofi mendalam di balik tradisi Bersih Desa.
Asal Usul Nama “Sentul”: Sebatang Pohon dan Sebuah Doa
Pak Eko mengisahkan, sejarah Sentul bermula dari masa pasca Perang Diponegoro sekitar tahun 1830-an. Kala itu, empat tokoh pelarian dari laskar Diponegoro membuka lahan di daerah yang saat itu masih berupa hutan belantara. Salah satu tokoh utama bernama Mbah Sokerto.
Di suatu hari, rombongan Mbah Sokerto tiba di tepian sungai yang kini dikenal sebagai Kalicari. Di sana berdiri kokoh sebatang pohon sentul yang tak kunjung bisa ditebang, meski pohon-pohon lain telah berhasil dibuka. Mbah Sokerto pun bermunajat memohon kepada Tuhan agar pohon tersebut bisa ditebang. Ajaibnya, setelah berdoa, pohon itu akhirnya bisa tumbang.
Momen itu menjadi penanda penting. “Yen sawijiné enek raméné zaman, seksen ono panggonan iki jenengé Sentul,” tutur Mbah Sokerto. Maka, nama Sentul lahir dari pohon yang suci itu, menjadi simbol awal mula kehidupan baru bagi para pelarian dan keturunannya.
Dari Telatah Menjadi Kelurahan: Transformasi Tata Pemerintahan
Awalnya, wilayah ini hanyalah telatah—tanah yang belum memiliki status desa resmi. Baru setelah beberapa dekade, Sentul berubah menjadi desa, dan pada tahun 1982, statusnya resmi naik menjadi kelurahan, bersamaan dengan pemekaran wilayah administratif Kota Blitar.
Sebelum menjadi kelurahan, perangkat desa dipilih langsung oleh warga dan tidak digaji, melainkan mendapat hak atas tanah bengkok. Setelah menjadi kelurahan, sistem pemerintahan menjadi lebih formal, dengan perangkat yang berstatus ASN dan pelayanan publik yang lebih tertata.
Sentul dalam Lintasan Sejarah Perjuangan
Kelurahan Sentul ternyata punya peran penting dalam masa perjuangan kemerdekaan. Salah satu kisah heroik terjadi di wilayah yang kini dikenal dengan nama Jatimala. Di tempat ini, para pejuang rakyat menebangi pohon-pohon jati untuk menghalangi laju pasukan kolonial Belanda yang hendak mengejar pejuang Galilia.
“Pergerakan pasukan penjajah terhambat karena barikade alami dari pohon-pohon yang ditebang warga. Ini adalah bentuk perlawanan rakyat dengan kecerdasan lokal,” terang Pak Eko.
Jejak Bung Karno dan Lintasan Menuju Gunung Gedang
Sentul juga menjadi bagian dari perjalanan Bung Karno muda. Meski tidak menetap, beliau sering melintasi wilayah ini saat pulang dari Surabaya menuju Istana Gebang. Jalan utama Sentul menjadi salah satu lintasan Bung Karno saat menyepi ke Gunung Gedang.
Jadi, meski bukan tempat singgah utama, Sentul menjadi saksi bisu perjalanan seorang tokoh proklamator bangsa.
Nyadran: Tradisi Bersih Desa Sebagai Wujud Syukur dan Pendidikan Sejarah
Tradisi Bersih Desa di Sentul bukan sekadar ritual tahunan, melainkan manifestasi dari filosofi hidup yang diwariskan turun-temurun.
Menurut Pak Eko, tradisi ini berakar dari istilah kuno “Serodo”, yaitu peringatan penting yang dilakukan setiap 12 tahun atas orang yang telah wafat. Serodo inilah yang kini dikenal sebagai Nyadran, dan dilakukan dengan berziarah ke makam-makam tokoh pelopor desa seperti Mbah Sokerto, Mbah Randu Putih, Mbah Trenggulun, dan Mbah Irogati.
“Ini bukan hanya seremoni. Ini adalah bentuk pendidikan sejarah dan spiritualitas kepada generasi muda,” tegas Pak Eko.
Sentul Kini: Dari Pusat Tradisi ke Pusat Ekonomi
Tak hanya menyimpan sejarah, Sentul kini menjelma menjadi wajah depan Kota Blitar. Banyak orang menyebutnya sebagai “Jendela Kota Blitar” karena lokasi strategisnya. Di sinilah berdiri Pusat Informasi Pariwisata dan Perdagangan (PIPP) yang ramai dikunjungi, bahkan oleh wisatawan luar kota hingga mancanegara.
“Sentul punya potensi sosial dan ekonomi yang luar biasa. Ada ratusan pedagang asongan, tukang becak, hingga kios-kios yang menghidupi roda ekonomi lokal,” ujar Pak Eko.
Ke depan, ia berharap Sentul bisa ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kota Blitar, untuk mengangkat potensi ekonomi dan budaya secara lebih sistematis.
Harapan untuk Generasi Muda: Bersih Desa Bukan Hanya Warisan, Tapi Arah Masa Depan
Di akhir wawancara, Pak Eko menyampaikan harapan besar untuk pemuda Sentul: agar tradisi Bersih Desa terus dijaga, dikembangkan, dan dijadikan ruang edukasi dan kolaborasi.
“Bersih Desa adalah momentum untuk tahu dari mana kita berasal, dan ke mana kita harus melangkah. Ini adalah The Power of Story yang perlu terus kita hidupkan.”
Penutup
Kelurahan Sentul bukan sekadar tempat. Ia adalah perjalanan sejarah, panggung budaya, dan denyut nadi ekonomi rakyat. Dari kisah pohon sentul hingga geliat PIPP hari ini, semua menjadi mozaik indah yang layak dibanggakan.
Mari kita rayakan dan dokumentasikan Bersih Desa Kelurahan Sentul, tidak hanya sebagai warisan leluhur, tetapi juga sebagai modal masa depan yang penuh harapan.
📹 Tonton video dokumenter wawancara lengkap bersama Pak Eko Wiadi di kanal YouTube KIM Pandawa Sentul.
🎥 Judul Rekomendasi Video: